Prostitusi, Indonesia Tabu Membicarakannya

January 25, 2019



Kepicu videonya Gita Savitri, iya emang semudah itu diri saya memanas, kesannya jadi orang yang emosian nggak sih? Jadi gini, minggu kemarin saya nonton video opininya Gitasav di channel youtubenya. Doi membahas tentang prostitusi karena emang lagi rame juga di Indonesia. Pasti kalian inget kan gimana awal tahun kita disuguhi jargon-jargon seperti “Menjemput Rejeki 2019” dan “80 juta” karena tertangkapnya seorang artis atas kasus protitusi online. Topik masalah prostitusi itu menarik, apalagi di Indonesia ini yang notabene “menganut adat ketimuran” dengan norma agama yang kuat tapi kadang suka lupa kalau beragama, oops..


Prostitusi kasarnya menjual jasa untuk berhubugan seksual dengan imbalan uang atau hadiah.  Di videonya Gita sendiri dijelaskan gimana Jerman membuat peraturan tentang prostitusi ini. Iya, Jerman membuat payung hukum untuk bisnis protitusi dan berarti prostitusi itu legal. Eit tapi jangan salah paham dulu, terus habis ini bilang azab dan sebagainya. Mari kita mememikirkan sejenak apa sih tujuan utama dari melegalkan bisnis prostitusi?

Dari videonya Gita, Jerman mengawasi ketat bisnis protitusi ini, contohnya yang bisa masuk ke industri ini harus cukup umur alias 18 tahun keatas. Bahkan Gita menuturkan kalau mereka harus rutin mengecek kesehatan dan membawa surat keterangan sehatnya saat bekerja. Selain itu, pelanggan wajib menggunakan pengaman, apabila menolak bisa dilaporkan.

Saya ngambil kesimpulan akhirnya, niatan Jerman melegalkan ini bukan semata-mata untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya dari bisnis prostitusi tapi lebih ke meminimalisir hal-hal buruk ketika prostitusi merebak tidak terkontrol. Contoh konkrit, semakin menyebarkan penyakit kelamin seperti sipilis, raja singa, sampai terinfeksi virus HIV AIDS. Menekan angka kriminalitas seperti pemerkosaan dan juga perdagangan manusia.

Jujur banget saya terkesima sama Jerman, namun ketika melihat Indonesia, tidak akan bisa. Iya saya yakin tidak bisa menerapkan sistem seperti Jerman. Perbedaannya sangat banyak. Kita mulai saja dari ideologi negara kita, Pancasila. Pasal 1 sudah menyebutkan “Ketuhanan Yang Maha Esa”, ini sudah menguatkan bahwa agama ikut berperan dalam tata bentuk pemerintahan kita, dan agama mana yang melegalkan prostitusi? Lalu dari segi kultur, sosial, dan sebagainya, yang kalau saya jabarkan satu-satu bakal jadi tesis ini.



Lalu apa yang harus kita lakukan? Itu pertanyaan yang saya tanyakan pada diri saya sendiri. Lalu tiba-tiba terlintas sesuatu, PENDIDIKAN SEKS.

Melihat kebelakang, apakah kita semua pernah mendapatkan pendidikan seks? Tidak. Masyarakat Indonesia amat sangat tabu membicarakan seks, seakan-akan segala hal yang berkaitan dengan seks itu sesuatu yang laknat, hina, zina, porno, dengan segala ketidakbaikannya. Berkaca pada diri sendiri, saat melihat iklan pembalut di umur saya yang notabene anak-anak, saya nggak tahu apa sih fungsinya pembalut, padahal  saat itu saya anak perempuan dan kelak akan mengalami masa menstruasi yang mana membutuhkan pembalut.

Setiap kali bertanya tentang iklan pembalut pada orang dewasa, mereka hanya tersenyum dan mengalihkan jawaban dengan “Roti”. Dulu waktu kecil saya juga penasaran, ketika ibu saya tidak solat di hari-hari tertentu dan saya bertanya, “Ma, kok nggak solat?”, jawabannya selalu “Iya, Mama lagi bocor”, selalu seperti itu. Yah anak-anak mah mana tahu apa arti kata bocor.

Lalu bagaimana saya menghadapi menstruasi untuk pertama kalinya? Saya tahu dari teman-teman SMP. Dulu di kelas teman-teman cewek pada heboh kalau mereka mulai menstruasi, dari situ saya akhirnya tahu fungsi “Roti” yang selalu berseliweran di layar kaca. Ternyata sebagai wadah untuk darah kotor agar tidak merembes kemana-mana. Dan saat menstruasi datang pada saya untuk pertama kalinya, langsung pergi ke minimarket untuk membeli “Roti” alias pembalut.

Bisa kalian simpulkan sendiri, bagaimana tabunya berbicara sesuatu yang berbau seksual. Selanjutnya ilmu-ilmu minim tentang reproduksi manusia baru didapat ketika sekolah tapi itu pun tidak terang-terang menyebutkan bahwa perempuan yang telah menstruasi berarti sudah mampu bereproduksi dan bla  bla.. yah cuman seadanya karena guru pun seakan tabu berbicara hal-hal berbau seksual di depan muridnya.

Sadar atau tidak ini jadi bumerang buat generasi-generasi muda selanjutnya apabila hal ini diteruskan. Mereka tidak punya bekal cukup tentang pengetahuan seks. Akhirnya mencari tahu sendiri dan berakhir dengan hal-hal yang tidak diinginkan seperti kehamilan yang tidak dikehendaki, penyakit menular seksual, penularan virus HIV/AIDS serta hal-hal sosial seperti sanksi dari masyarakat karena mencemarkan nama keluarga dan lingkungannya (berasa polusi).

Selain pendidikan seks, satu hal lagi yang terpikirkan dalam benak saya, HUKUM. Indonesia harus membuat hukum yang jelas atas prostitusi. Membaca beberapa literatur tentang hukum yang menaungi prostitusi, jujur aja saya pusing pake banget, karena lumayan susah mencerna KUHP dengan background saya yang bukan anak hukum.

Garis besarnya, yang pasti dipidanakan adalah mucikarinya, lalu bagaimana nasib pelanggan dan penjaja? Pelanggan dapat dipidanakan apabila pasangan resminya (suami/istri) melaporkan pada pihak berwajib dengan delik zina atau apabila kasusnya si pelanggan menyewa jasa penjaja di bawah umur, maka akan dipidanakan atas perlindungan anak. Untuk penjaja sendiri, tidak dikenakan sanksi berat layaknya mucikari, lebih diampuni.

Akhirnya saya mengambil kesimpulan hukum atas prostitusi menjadi abu-abu. Kenapa yang dipidanakan hanya mucikari saja? Sedangkan transaksi terjadi karena adanya permintaan pembeli, pelanggan ikut terlibat dalam pembelian jasa pelacuran ini, tapi kenapa kesannya si pelanggan juga korban? Yah walaupun bisa dipidanakan juga dengan tapi.

Selain dua hal utama tadi ada hal-hal menarik lainnya yang saya tangkap dari kasus prostitusi.

SANKSI SOSIAL, kalian sadar nggak VA mendapat hujatan bertubi-tubi atas kasusnya. Dari segi sosial, memang begini kerja sebuah sanksi sosial, tapi dari segi kemanusiaan, VA nggak pantas dihujat berlebihan. Masyarakat seakan lupa dengan si mucikari dan pelanggan (yang sampai saat ini tidak diketahui dengan jelas siapa), mereka punya andil besar dalam kasus ini.

PEREMPUAN SELALU DISUDUTKAN, jujur saya gedek sama meme yang menyatakan “Perempuan selalu benar”. Let me see in this fact, setiap kasus yang menyangkut perempuan seperti protitusi, KDRT,  pelecehan seksual, tidak kunjung dikaruniakan anak, dan poligami. Perempuan selalu mendapat imbas dan disudutkan masyarakat. Bahkan masih banyak perempuan yang malah mengolok-olok dan tidak memiliki empati padahal ia sendiri perempuan, asli miris.

SELF BRANDING, disini saya nggak bermaksud menyudutkan VA. Tapi bisa dibayangkan harga 80 juta yang dibeberkan pihak berwajib. Di satu sisi saya penasaran, gimana bisa harganya segitu? Padahal yang diberikan jasanya sama seperti penjaja yang lainnya. Self branding nya bagus nih pasti, sampai berani bayar mahal. Jadi penasaran gimana VA mengolah self branding nya.

Lalu kalian, bagaimana pendapat kalian tentang prostitusi ini? Let me know about your opinion. Tulis aja di kolom komentar dan kalau bisa ramaikan sekalian, hehe.. Well, thanks for coming and see you on next blogpost, bye!




Baca Artikel Populer Lainnya

9 komentar

  1. Jujur, saya nggak ngikutin itu video apa yang di unggah sama si Gita Savitri.
    Tapi pas baca di blog ini, jadi punya sedikit gambaran, "oh-seperti ini" - "oh-Jerman melegalkan prostitusi?--weh penak yo *lah, malahan??*"

    Terlalu nekad sih, misal pemerintah kita ikut-ikutan melegalkan prostitusi. Dan saya rasa, juga nggak akan pernah berhasil.

    Kemudian saya sedikit tertampol pas baca pendidikan seks di Indonesia. Iya, saya pun sampai detik ini, misal di tanya ponakan (yang masih SD) tentang hal-hal berbau seks, cenderung "menghindar dan bermain aman" seperti orang-orang pada umumnya. Nggak pernah mikir kedepannya bakal seperti apa. Kalau nggak dirubah, ya jadinya bakal seperti saya ini. Masuk usia remaja agak dewasa (((remaja agak dewasa))),misal ada masalah terkait seks, ending-endingnya malah nyari tau sendiri lewat internet. Keluarga nggak begitu aware sama masalah beginian.

    Jaman SD pernah di suruh embak buat beli "roti tawar" di warung, dan beneran! Yang saya beli waktu itu roti tawar dalam arti sebenarnya. Sungguh miris XD

    ReplyDelete
  2. Gue gatau videonya Gita, tapi emang pernah baca2 dan cari tahu soal cara Jerman mengurus prostitusi. Legal karena biar "penyakitnya dikumpulin", lalu dicegah dan diawasi beneran. Kalo nggak legal dan tetep ada "underground", malah jadi bahaya sih. Jadi gak kedeteksi penyakitnya jalan-jalan ke mana aja.


    *wah gila ini gue kesannya pinter bener ya* Hmmmm *lanjut makan menyan

    ReplyDelete
  3. Buat saya, ini hanya soal waktu saja sih? Saya percaya ke depan, prostitusi dan hal-hal lain yang dianggap tabu, akan menjadi pembicaraan ilmiah di ruang publik. Kasusnya VA menjadi pemicu terbukanya ruang publik untuk mendiskusikannya. Sayang, tidak sedikit masyarakat kita terlalu konservatif. Sejatinya, prostitusi sudah ada sejak dulu kala. Dan itu bisa digunakan baik untuk kepentingan politik, ekonomi, sosial dan budaya.

    Dan Jerman memanfaatkan itu...

    ReplyDelete
  4. Segar sekali saya baca tulisan mbak Pipit ini..

    Sekali lagi, saya udah bosen dengan becandaan mencari rejeki dan 80 juta ini, asli aja.. Tapi ini perlu di komentari haha..

    Pendidikan Seks emang perlu dari dini, apalagi buat anak Generasi 90-an yang udah banyak punya anak saat ini. Jangan tabu lagi untuk pendidikan seks karena jaman sekarang lebih baik tau dari orang tua daripada tau dari teman. Bisa melenceng kemana-mana nanti..

    Mengajarkan anak untuk menghargai wanita juga penting.. Imbasnya nanti 10-20 tahun lagi, semoga anak-anak kita udah beradab semuanya.. hahaha..

    Kalau untuk yang bapak-bapak, ibuk-ibuk yang umur udah diatas 40-an, udah susah dikasih pendidikan selain agama.. kalau ga bisa ya cuma bisa kita doain dan menunggu generasi mereka abis dengan abisnya umur :))))

    ReplyDelete
  5. Videonya Gitasav sempat wara wiri di beranda Youtube-ku cuma aku ngge sempat nonton mba. Tepatnya saya skip sih pas ngeliat topik yang lebih bikin saya tertarik. Hehe. Beruntung banget baca artikel ini akhirnya saya jadi tau kalo di Jerman sana ternyata sistemnya kayak gitu ya. Yah mau gimanapun jelas Indonesia ngga bakalan bisa seperti Jerman dengan sistemnya yang melegalkan prostitusi.

    Aku setuju banget dengan opini mba untuk kasus begini kok wanita yang disudutkan. Ngga cuma untuk kasus ini aja sih. Ketika ada kejadian cowok selingkuh atau suami selingkuh, yang disalahin pasti si selingkuhan (ceweknya). Padahal, yang salah dari pihak si pria yang selingkuh dan si cewek yang selingkuh. Secara ngga sadar, di Indonesia menurut aku itu belum nerapin emanisipasi secara baik. Ya ngga?

    ReplyDelete
  6. Memang benar wanita yang selalu menjadi korban hmm. Kenapa kok selalu wanitanya ya kok bukan laki-lakinya gitu

    ReplyDelete
  7. Aku harap Indonesia nggak meniru Jerman untuk melegalkan bisnis prostitusi, apapun caranya. Mari kita tiru negara yg memberantas habis prostitusi, negara apa itu saya juga gatau hewhwhwhhwhw. Atau Indonesia nantinya akan jd negara pertama? Lebih mantap kalau bisa kaya gt :D

    ReplyDelete
  8. sampai sekarang mba, masih tabuh. pernah sy mengantar tamu dari luar negeri yang ingin mencicipi hal-hal berbau xxx di kota saya. lantas teman sy menjelaskan kepada si bule itu bahwa di sini masih konservatif. kita memang belum terlalu banyak yang suka dengan hal demikian. tapi di satu sisi itu bagus juga supaya kita tidak terkena dampak buruknya akibat kecanduan hal hal negatif. imho

    ReplyDelete
  9. I'm reading this.... feeling so amazed..
    aku inget waktu dapet cerita dari temennya spupu... dia jemput tamu dari luar, baru masuk mobil minta "service". Ya diantar lah ke tempat hiburan begitu. And they said it casually... like it's something normal... yeah, normal to them.. to me... whoah... wait, what? ._.
    Tamunya ada 3. Satu orang mau 3 cewek sekaligus. Nyam... nyam.

    ReplyDelete

If you have no critics you'll likely have no succes ~Malcolm X