Penting Nggak Sih Follow Unfollow di Medsos?

March 31, 2019



Also, you can check the English version of this post on my IGTV @pipit1992

Hidup di era digital itu nggak bakal jauh-jauh dari pertemanan maya. Sebut aja Instagram, Facebook, Twitter, dan jejaring media sosial (medsos) lainnya. Dan bisa dipastikan temen-temen yang up to date perkara ginian pasti punya medsos lebih dari lima akun.

Aku sendiri lumayan keranjingan main medsos, mulai dari Instagram, Twitter, dan baru-baru ini nyobain Quora. Banyak hal menarik dan positif dari internet, informasi bisa dengan mudah diakses, nambah wawasan, nambah temen, sumber inspirasi, bahkan uang.

Tapi diluar itu semua, aku kepicu dengan postingan @ colleen__nichols di Instagram perkara “Stop Scrolling” yang berujung pada follow unfollow. Menurutku ini menarik. Kalau kita hubungkan dengan kehidupan digital saat ini, medsos bukan cuman perkara berbagi karena peduli, tapi di lain kesempatan, medsos jadi ajang untuk menunjukkan eksistensi diri.

Nggak munafik, akupun membangun imageku di medsos. Aku ingin menunjukkan passionku dalam menulis, travelling, fotografi, dan yang terbaru ini Bahasa Inggris. Untuk itu aku memfollow content creator yang berhubungan dengan passionku ini.

Entah mulai sejak kapan aku selektif dalam urusan mengikuti seseorang di medsos. Aku inget banget, jaman Facebook lagi in, semua orang berlomba-lomba memenuhi kuota pertemanan Facebooknya, sampai-sampai rela membuat akun Facebook jilid 2. Aku sendiri memahami, gimana angka pertemanan Facebook kala itu jadi sebuah kebanggaan, jadi sebuah prestasi, yang mana semakin banyak teman Facebookmu, semakin terkenal dirimu.



Aku selalu menerima friend request Facebook tanpa mengecek dahulu siapa orang tersebut, boro-boro deh mikirin dia punya konten berfaedah, yang penting ada yang add udah seneng banget. Sampai suatu ketika salah satu temen SMAku memasang status yang menurutku bisa memicu hal-hal buruk dalam diriku. Setiap kali baca statusnya berasa ingin marah dan mematahkan opininya, tapi kalau aku pikir-pikir lagi, ngapain bertengkar sama temen di medsos? Dari situ akhirnya aku putuskan untuk unfriend.

Selaras dengan postingan “Stop Scrolling”nya Collen, aku mulai menanyakan hal-hal tersebut pada diriku sendiri.
“Apakah aku melihat postingan yang membuatku nggak bahagia?” 
“Apakah aku memfollow akun yang membuatku merasa harus menjadi orang lain?” 
“Apakah aku membandingkan hidupku/kesuksesanku dengan yang lain?” 
“Apakah caraku menggunakan media sosial berimbas pada kesehatan mentalku?”

 Facebook, Twitter,  Instagram, aku mulai selektif dan punya jadwal berkala untuk recheck siapa saja orang-orang yang aku follow, apakah dia memberikan kontribusi positif dalam kehidupanku, atau cuman sekedar nyampah dan memberikan efek negatif untuk keseharianku.

Tapi bagaimana dengan lingkunganku? Apakah mereka sependapat denganku, karena di satu sisi aku nggak mau subjektif dengan jawabanku ini. Penasaran, aku coba membuat survei kecil-kecilan dan bertanya pada mereka. Jadi ada 8 orang yang aku jadian sample di sini (aku tahu ini nggak bakal akurat, tapi setidaknya mengobati rasa penasaranku).

Kedelapan temanku setuju bahwa kondisi follow unfollow merupakan hak setiap individu, tapi yang membuatku agak tercengang, sebanyak 4 orang beranggapan bahwa kondisi unfollow dikarenakan ingin menyudahi jalinan pertemanan (atau hubungan lainnya).

Yah kalau dikondisi hubungan percintaan wajar sih, ketika kamu punya hubungan spesial dengan seseorang dan harus berakhir, rasa-rasanya ingin move on semakin sulit kalau masih menjalin hubungan lewat medsos. Niat melupakan sirna ketika username, status, foto, atau storynya terpampang nyata di timeline. Lalu bagaimana dengan hubungan pertemanan, apakah kita harus berprasangka buruk ketika kita mengetahui teman memencet tombol unfoll di medsos kita? Aku sendiri tidak ingin menafsirkan seperti itu, dan mulai belajar untuk melihat fenomena ini dari prespektif yang lain.

Kontenku tidak menarik dan mengganggu. Memposting curhatan hidup atau bahkan seakan-akan play victim, post foto selfie dengan pilihan multiple post. Ya kali aku ini Raisa yang dielu-elukan. Sebagai remah-remah rengginang dipojokan kaleng khongguan, aku sadar diri bahwa hal-hal tersebut tidak menarik dan mengganggu.

Bedakan real life dan digital life. Aku mengenal beberapa orang yang menurutku sangat berbeda antara real life dan digital life. Si A terlihat ceria dan punya vibe positif disetiap postingan Instagramnya, eh siapa sangka tiap kali ketemu dia secara nyata semua citranya seakan runtuh karena sifat-sifatnya yang menurutku 180’ berbanding terbaik dengan imagenya  di medsos.

Hiraukan. Rekan atau teman yang baik akan menegur kalau kamu berbuat salah. Kalau dia memilih unfoll medsos tanpa basa basi konfirmasi, abaikan saja  biar jadi urusannya, toh tidak berpengaruh apa-apa pada kehidupanmu.

Media sosial memberikan banyak sekali manfaat, tapi tidak menampik banyaknya efek negatif darinya. Sekarang tergantung kita, mau menggunakannya secara bijaksana atau malah menambah bibit-bibit racun untuk diri sendiri bahkan mungkin orang lain. Kalau kamu merasa masih sulit untuk memulainya, mungkin tombol unfollow atau unfriend bisa kamu ganti dengan mute atau piihan menu not interested. Selalu ada pilihan alternative untu jadi smart user.


Terima kasih untuk kalian yang membaca postingan ini. Kalian bisa cek juga versi audiovisualnya di IGTV @pipit1992. Sampai jumpa di postingan selanjutnya, bye!

Baca Artikel Populer Lainnya

15 komentar

  1. Betul banget nih, semakin lama pengguna sosmed memang jadi enggak sadar efek dari kita yang ketergantungan buka-buka sosmed sampai ubek-ubek sosmed orang lain dan jadiin urusan kita. Itu semua gak penting dilakuin/dipikirin, tapi hebatnya bikin kita gak sadar.

    Soal facebook wah betul banget! Teman di FB aku pun ada sekitar 2000an dan bisa banyak begitu karena dulu jaman smp hobby banget buat add-add orang hahaha wah kita ternyata berada di zaman yang sama mbak! Generasi 90 ya nih? Wewww salam kenal, salam generasi 90! :D

    ReplyDelete
  2. kalo menurut gue, follow unfollow ini lumayan penting juga, dan lumayan setuju dengan pendapat teman lu itu, klo follow unfollow itu kyak memutus pertemanan. makanya, meskipun gue enggak suka dengan sifat temen gue, gue akan berusaha untuk enggak mengunfollow, cukup di mute aja. toh klo dia ngecek masih ada tulisa, klo gue masih mengikuti sosmed orangnya.

    yg gue rada enggak suka, adalah orang yg suka follow, kemudian unfollow, kemudian follow lagi. alasannya biar apa? biar kita follow balik orang tersebut. biasanya kalo udah males liat, bakalan gue block sih yg kayak gitu. ehe

    ReplyDelete
  3. iya banget nih, sha akhir-akhir ini makin selektif memilih siapa2 yang di follow. Kalau kira-kira gak nyaman bacanya ga segan juga buat unfollow. Meski jumlah followers sekarang bisa menghasilkan uang. sampe banyak thread follow memfollow, sha lebih memilih gak ikutan daripada baca yang negatif vibes. toh, uang biasa datang kapan saja. Ketenangan hati, bahkan sesuatu yang kita lihat bisa mengubah mood dan lama-lama mengubah karakter kita. Kalau emang postingannya bagus dan positif, pasti orang-orang juga tertarik follow kan?

    ReplyDelete
  4. Betuuul. Gue juga mikir-mikir sih. Bukan maksudnya semua lingkup pertemanan asli terus jadi difollow di sosmed. \:p/

    ReplyDelete
  5. Aku juga masih tercengang dengan anggapan unfollow artinya memutuskan pertemanan, iya sebatas sosial media aja karena mereka itu toxic. Sebenernya sampai situ aja, tapi kalau di dunia nyata biasa aja.... saya sendiri ada yang membisukan postingan n snapgrap beqberapa orang, tapi di dunia nyata ya teman biasa,,, me unfollow mereka yg fanatik politik, tapi di dunia nyata biasa aja...

    Karena mereka itu toxic, mengurangi kebahagiaan saat kita di dunia maya

    ReplyDelete
  6. Bener banget mbak, akhir-akhir ini juga gitu. Ada yang dulunya kenal dekat tiba-tiba unfollow sosmed, dan seolah-olah nggak kenal. Saya pernah mikir salah apa? Eh tapi lama-lama yaudahlah.. emang udah lama nggak ketemu, punya kehidupan masing-masing.

    Oiya, salam kenal mbak.. akhirnya saya nemu Blogger perempuan asal Kediri :D

    ReplyDelete
  7. aku dulu bisa langsung unfollow orang-orang yang gak aku suka dan negatf dan mengganggu sampai dia unfollow aku balik, tapi semakin ke sini, aku jadi semakin sulit unfollow orang, karena gak enak dan seperti tuntutan untuk lebih dewasa aja gitu gak asal unfollow2 orang, paling aku mute dan aku bikin dia gak bisa lihat postinganku.

    ReplyDelete
  8. Unfollow itu penting buat gue--meskipun ada pilihan untuk mute. Paling gak, kita ngasih kode ke orang yang kita unfollow kalo kontennya udah bikin 'eneg' gue. Dan yang pasti, bukan berarti unfollow sama dengan unfriend di dunia nyata :D

    ReplyDelete
  9. tergantung tujuannya yg punya medsos menurutku, ada yg penting buat folow unfolow karna mencara follower tinggi dan following rendah, ada juga yg ngedepankan konten atau karya.

    ReplyDelete
  10. Untungnya di tahun 2019, media sosial sudah ada fitur senyapkan di instagram dan bisukan di twitter, tanpa harus unfollow, kalo difacebook unfollow tanpa unfriend.

    ReplyDelete
  11. emm, kalau untuk instagram, aku follow yang following sih. cuma ada beberapa ig infortainment yang follow juga.
    nyebelin di ig itu ketika kita ikut, setelah dia ikut. eh unfollow dirinya

    ReplyDelete
  12. Saya cuma punya Twitter, Fb, sama Instagram. Kayaknya cuma 3 akun itu sih yang aktif sekarang. Enggak sampai 5 akun. Apakah ini sebuah prestasi?

    Saya pernah unfollow, tapi niatnya bukan untuk mengakhiri hubungan pertemanan, sih. lebih ke hal receh, "oh, akun si A udah jarang update, kok, tan unfollow aja"--seperti itu. Lebih ke arah akun ini masih aktif / masih ngepost konten apa enggak. Dan saya setuju sama yang ngaktifin fitur "mute", kadang kalau ada orang yang sudah saya follow, kemudian isi feednya menurutku "kurang menarik" dan "enggak saya banget", biasanya akun itu ya tak mute, biar feednya nggak muncul di timeline akun medsosku.

    ReplyDelete
  13. Gue sih follow yang gue suka aja. Kalau kontennya menarik, kenal atau enggak pasti follow. Kalau enggak menarik, walaupun dia teman dekat, enggak akan gue follow. Ada beberapa teman SMA dan SMP gue yang enggak gue follow balik di IG sama Twitter, tapi di kehidupan nyata masih sering ketemu dan ngobrol biasa aja sih. Gue memang gitu haha.

    Kalau di Facebook, udah seratusan friend reuquests yang gue anggurin, karena nggak kenal mereka siapa siapa aja. Ada yang kenal, beberapa keluarga, tapi pas intip profilnya kebanyakan isinya tentang agama dan politik, jadi gak gue terima.

    Medsos adalah tempat yang gue tuju ketika istirahat kerja atau lagi gabut, jadi gue jadikan hiburan. Kalau isinya hate speech dan semacamnya, ya gue jadi makin stress dong. Haha

    ReplyDelete
  14. Memang menyebalkan kalau ada teman yang posting tidak sesuai dengan kriteria yang kita inginkan (spam, politik yang berseberangan, pamer, dll)..

    Pengen rasanya unfriend atau unfollow..

    Untungnya sekarang ada fitur unfollow di fb dan mute di IG.. Misal yang posting gak enak itu temen, bisa nggak dilihat.. Meski tetap friend atau follow.. Sungguh fitur yang sangat membantu..

    Kalau twitter, emang tempat ngoceh gak jelas.. haha

    ReplyDelete
  15. Kalau saya sih sudah memutuskan untuk menjauh 90% dari medsos. Pelajaran mengatakan bahwa kehidupan kita seakan teralih kesana, padalah sebenarnya itu hanyalah dunia maya nan semu.

    Bahkan, saya memutuskan untuk keluar dari WAG (kecuali urusan kantor) karena saya lebih suka bersilaturahmi dengan bertatap muka atau lewat suara secara langsung. Bukan secara kodian seperti itu.

    Saya melihat sisi menguntungkan medsos, tetapi sisi keburukannya rasanya lebih besar daripada kebaikannya bagi diri saya. Jadi, sudah lama akun FB/Twitter menganggur.

    Yang paling aktif cuma IG saja, itupun kalau lagi inget dan kebetulan abis hunting foto saja.. selebihnya, dibiarkan diam

    ReplyDelete

If you have no critics you'll likely have no succes ~Malcolm X